“Dibandingkan dengan semua orang yang
pernah saya jumpai, dia sanggup memampatkan [memadatkan] kata-kata ke dalam
gagasan terkecil.”
“He can compress the most words into the smallest ideas
of any man I ever met.”
– Abraham Lincoln, dikutip dari Frederick Trevor
Hill’s Lincoln the Lawyer, 1906
Secara sederhana, bahasa dapat diartikan
sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun,
lebih jauh bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,
dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau perasaan.
Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang,
berupa bunyi, bersifat arbiter, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi
(Abdul Chaer, 2010).
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang
berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya.
Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana
integrasi dan adaptasi.
Salah
satu sifat dari bahasa adalah beragam. Beragam dapat disejajarkan dengan
variasi. Pada dasarnya, bahasa memiliki kaidah atau pola tertentu yang sama.
Karena bahasa digunakan oleh penutur yang heterogen yang memiliki latar
belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, bahasa itu menjadi beragam.
Keberagaman itu bisa dari segi fonologis (tata bunyi), morfologis (tata
bentukan kata), sintaksis (tata kalimat) maupun leksikon (kosakata). Cotohnya
bahasa Indonesia yang digunakan orang Jawa dengan orang Sumatera berbeda.
Penggunaan bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa daerah yang
digunakan.
Indonesia
memiliki bermacam-macam bahasa. Dari Sabang sampai Merauke tersebar beratus
bahasa yang memiliki karakter dan keunikan tersendiri. Setiap pulau besar atau
kepulauan di Indonesia kaya akan bahasa. Pada tahun 2008, kepala pusat bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa di Indonesia terdapat
lebih dari 746 bahasa (http://bahasa-nusantara.blogspot.com/2011/02/746-jumlah-bahasa-daerah-indonesia.html).
Mahsiswa
jurusan ilmu komunikasi UGM berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Mereka berasal dari Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan,
dan Papua. Mereka ada yang asli berasal dari luar jawa dan ada juga yang
tinggal di sana sejak bayi. Berawal dari inilah penulis tertarik untuk membahas
keberagaman yang ada di jurusan ilmu komunikasi UGM, khusunya pada keberagaman penggunaan
bahasa Indonesia.
Keberagaman
penggunaan bahasa Indonesia di jurusan ilmu komunikasi UGM terlihat jelas pada
saat mahasiswa berbincang-bincang, berdiskusi, dan lain sebagainya. Dari
pengamatan penulis yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja,
perbedaan yang mencolok terletak pada fonologi, sintaksis, dan leksikon.
Mahasiswa
jurusan ilmu komunikasi UGM yang berasal dari Sumatera terdiri dari orang
Bukittinggi dan orang Batak. Fonologi (tata bunyi) yang digunakan kedua daerah
itu berbeda. Fonologi Bukittinggi cenderung lebih meinggi tapi halus. Sedangkan
fonologi Batak cenderung tegas dan seperti ekspresi kemarahan. Berbeda lagi
dengan fonologi dari mahasiswa yang berasal dari pulau Jawa. Fonolgi dari
daerah Jawa Timur cenderung keras. Fonologo dari daerah Jawa Barat naik turun.
Sedangkan Jawa Tengah cenderung halus. Akan tetapi, beberapa daerah seperti
Purwokerto dan Purbolinggo memiliki ciri khas, yaitu “ngapak”. Fonologi dari
Bali yang paling terlihat adalah bunyi “t” berubah menjadi “the”(dibaca:thuthuk
berasal dari bahasa jawa. Terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah pukul).
Perbedaan
sintaksis (tata kalimat) juga ditemukan dalam penggunaan bahasa Indonesia di
jurusan ilmu komunikasi UGM. Sintaksis dari daerah Jawa dan Bali cenderung
sama. Sintaksis daerah Sumatera dan Papua terdapat perbedaan. Contohnya,
sintaksis daerah Jawa mengucapkan “Aku ingin makan”. Sedangkan sintaksis
Sumatera dan Papua mengcuapkan “Ingin makan, aku”.
Selain
kedua hal yang telah dijelaskan di atas, ada juga perbedaan leksikon (kosakata).
Perbedaan ini sering terjadi karena adanya pengaruh bahasa daerah. Contohnya,
penggunaan kata sapaan daerah Sumatera aku menjadi awak. Kata sapaan aku daerah
Papua menjadi saya. Leksikon daerah Papua memiliki keunikan tersendiri. Seorang
mahasiswa jurusan ilmu komunikasi UGM pernah menjelaskan tentang kebiasaan
orang Papua yang suka menyingkat-nyingkat kata. Contohnya, “aku pergi ke pasar”
versi Papua-nya menjadi “sapi ke pasar”. Penggalan sa berasal dari kata saya. Penggalan
pi berasal dari pergi.
Keberagaman
bahasa Indonesia di jurusan ilmu komunikasi UGM terkadang menimbulkan
misskomunikasi. Hal ini terjadi saat mahasiswa asal Jawa berbincang dengan
mencampur-adukkan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia. Mahasiswa yang berasal
dari luar pulau Jawa yang jumlahnya lebih sedikit sering tidak mengerti. Akan
tetapi, hal ini dapat diatasi karena adanya penjelasan dan diskusi antarmahasiswa
mengenai bahasa daerahnya.
Komunikasi ragam bahasa memiliki dampak
positif, baik secara personal maupun kelompok. Secara personal, keberagaman
bahasa dapat mendekatkan anatar satu mahasiswa dengan mahasiswa lain. Hal ini
berawal dari keinginan untuk mempelajari bahasa daerah lain. Secara tidak
langsung interaksi yang tejadi anatarmahaiswa menjadi lebih dalam.
Selain itu, keberagaman
bahasa menimbulkan rasa mengharagai terhadap perbedaan. Hal ini terlihat ketika
mahasiswa asal pulau Jawa berbincang dengan mencampur-adukkan bahasa daerah,
mahasiswa yang berasal dari pulau Jawa hanya diam saja. Kemudian, mahasiswa
asal Jawa sadar dan segera menjelaskan maksud dari perkataannya tersebut.
Selain itu, keberagaman
bahasa menambah wawasan tentang bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Dengan
bertambahnya wawasan tersebut berarti telah ikut serta dalam menjaga
kelestaraian budaya Indonesia. Setelah menyadari betapa kayanya Indonesia akan
bahasa, rasa nasionalisme akan semakin kuat tertanam dalam jiwa mahasiswa ilmu
komunikasi UGM.